anemia pada ibu hamil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sampai saat ini tingginya angka
kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di
bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga
dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan
kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi,
dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat
sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor),
yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat
disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan
hidup, perilaku, dan lain-lain.
Pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi
pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga
diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia
menderita anemia gizi
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini menggunakan
desain studi kasus kelola untuk melihat gambaran
status kesehatan ibu hamil serta faktor-faktor yang berhubungan
dengan masalah kesehatan tersebut. Instrument studi terdiri dari
kuesioner, serta formulir pemeriksaan ibu hamil, Unit analisis
adalah ibu hamil dan ibiu nifas yang berdomisili di wilayah
kerja Puskesmas Bantimurung kab. Maros.
1.3 Tujuan
A. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berdampak Pada wanita hamil, anemia meningkatkan
frekuensi komplikasi pada kehamilan
dan persalinan
B. Dapat mengetahui dan menunjukkan prevalensi anemia pada
wanita hamil yang lebih besar di Indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI ANEMIA
Anemia adalah keadaan dimana kadar
glukosa dalam darah menurun dari keadaan normal. Yang mengakibatkan
terganggunya metabolisme tubuh.
Kehamilan adalah peristiwa alami
yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang ibu, utamanya pada
umur kehamilan 1 – 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami beberapa
keluhan seperti pusing, mual, kadang – kadang muntah.
2.2 . A N C dengan kejadian anemia.
Antenatal care adalah pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi
pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali
pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada
trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan ANC kejadian
anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu
dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya.
Hasil analisis hububgan ANC dengan kejadian anemia didapatkan OR sebesar 1,251 dengan nilai lower 0,574 dan nilai upper 2,729, oleh karena nilai 1 berada diantara batas bawah dan batas atas maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil. 2.3 Keluhan selama hamil Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 – 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang – kadang muntah. Keadaan ini akan berlangsung sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya pada kehamilan lebih dari 3 bulan. Dari hasil analisis hubungan keluhan selama hamil dengan kejadian anemia didapatkan
nilai 1 berada antara batas bawah
dan batas atas yaitu nilai lower 0,673 dan nilai upper 2,725, maka tidak
terdapat hubungan antara faktor keluhan ibu selama hamil dengan kejadian
anemia.
2. 3. Parietas Parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara parites dengan kejadian anemia pada ibu hamil, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 1,393 dan nilai lower 0,474 dan nilai upper 4,096. 2. 4. Jarak Kelahiran. Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa reponden paling banyak menderita anemia pada jarak kehamilan < 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak kelahiran mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 2,343 dengan nilai lower 1,146 dan nilai upper 4,790. 2. 5. Umur 3
Umur seorang ibu berkaitan dengan
alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah
umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara
biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian
terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya.
Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan
daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil
analisis didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh
terhadap kajadian anemia, dengan OR sebesar 2,801 dengan nilai lawer
1,089 dan nilai upper 7,207.
2.6 Dampak dari Anemia pada Ibu
Hamil
v Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan
postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan
bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada
masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).
v Prevalensi anemia pada wanita hamil di
Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang
menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%.
Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar
50-79%.11 Affandi 12 menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia
berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian
selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit pendidikan/rujukan di Indonesia
menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang melahirkan di RS
pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan
bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana
prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya
paritas.13
4
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna
tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua
kehamilan.
Indonesia, prevalensi anemia tahun
l970–an adalah 46,5–70%. Pada SKRT tahun 1992 dengan angka
anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi
50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar
39,5%. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992
prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 – 71,2% dan
pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten Pinrang
dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6%
(1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan
data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil
pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan
pada tahun 2001 sebesar 68,65%.
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.
2.8 PEYEBAB
Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu
dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan
dengan risiko tinggi.
a.Kesimpulan variabel yang berhubungan
adalah jarak kelahiran dan umur ibu hamil.
b. umur ibu, sangat penting untuk
diperhatikan melahirkan pada usia 20- 35 tahun.
5
2.9
PENCEGAHAN
A. Dengan demikian maka
disarankan bahwa untuk menekan kejadian anemia dengan
berbagai dampaknya maka pengaturan jarak kelahiran sangat
diperlukan melalui perencanaan kelahiran melalui keluarga berencana,
B. Kerangka konsep model analisis
kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu
dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial
ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung
yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan.
C. Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada
tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan, timbulnya komplikasi
kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine
tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak
langsung harus selalu melalui faktor penyebab yang langsung
D. Status kesehatan ibu, menurut model
Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu.
Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian
obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5
menyatakan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian
juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian
ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70%
untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian
ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia.
Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
6
v KENAPA DIANGGAP SEBAGAI MASALAH ?
Anemia pada ibu hamil
dianggap sebagai masalah karena Penyakit atau gizi yang buruk merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan ibu. melaporkan bahwa salah
satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah
anemia dan dinas kesehatan menyatakan bahwa anemia merupakan salah
satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia
merupakan sebab penting dari kematian ibu.
v SOLUSI DARI PEMERINTAH MENGENAI ANEMIA PADA IBU HAMIL
a. Perlu penelitian
lanjutan terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam
penelitian ini, misalnya kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang
lain.
b. Husaini MA dan kawan-kawan,
1989. Study Nutritional Anemia. An Assessment of Information Compilation for
Supporting and Formulating National Policy and Program. Kerja sama Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi,
Depkes. Jakarta 10 Maret 1989
c. Perlu penelitian
lanjutan terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam
penelitian ini, misalnya kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang
lain .
v SOLUSI DARI SAYA SEBAGAI CALON SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
A. Ibu hamil harus memenuhi gizinya sejak dini , supaya anak yang ada dalam
kandungannya tidak kekurangan gizi.
B. Ibu hamil sering mengunjungngi pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(PUSKESMAS) dan melakukan pemeriksaan awal
C. Mengupayakan agar setiap desa-desa memiliki pusat-pusat pelayanan
kesehatan , entah itu puskesmas , atau kah posyandu-posyandu pada setiap
desa-desa.
7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Umur
ibu kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun berisiko lebih
besar untuk menderita anemia
2. ANC ibu hamil kurang dari 4 kali tidak berisiko untuk menderita anemia 3. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia 4. Paritas > 3 orang tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia 5. Adanya keluhan tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia.
B. SARAN
1. Perencanaan kehamilan/persalinan sangat penting dilaksanakan pada umur 20 sampai 35 tahun, untuk menekan kejadian anemia pada ibu hamil. 2. Program KB sangat diperlukan untuk mengatur jarak kelahiran sehingga kelahiran berikutnya dapat lebih dari dua tahun
.
3. Meskipun secara statistik ANC tidak bermakna, namun tetap sangat diperlukan adanya kunjungan yang teratur bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya, sebagai upaya deteksi dini kelainan kehamilan. 4. Perlu penelitian lanjutan terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang lain of Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Program. Kerja sama Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes. Jakarta 10 Maret 1989. 8
DAFTAR PUSTAKA
|
Minggu, 04 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar