Kamis, 08 November 2012



BAB  1 PENDAHULUAN
        I.            Latar belakang
Diangkatnya judul hiperkolesterolemia di latar belakangi oleh beberapa factor di antaranya adalah pola dan gaya hidup  masyarakat yang kurang baik pada saat ini, yang menyebabkan kadar kolesterol meningkat yang kemudian menjadi satu factor terjadinya beberapa penyakit salah satunya adalah penyakit jantung koroner. berlebihnya asupan makanan yang berasal dari lemak hewani, telur dan serta makanan-makanan yang disebut sebagai makanan cepat saji (junkfood)  menyebabkan kadar kolesterol dalam darah meningkat sehingga timbul penyakit jantung koroner apabila di sertai dengan adanya factor resiko  lainnya seperti merokok,tekanan darah tinggi. Yang mana PJK pada saat ini menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.
     II.            Rumusan masalah
1.       Apa yang di maksud dengan kolesterol ?
2.       Bagaimana mekanisme terjadinya kolesterolemia ?
   III.            Tujuan
1.       Pembaca dapat mengetahui apa yang di maksud kolesterol.
2.       Pembaca juga dapat mengetahui mekanisme terjadinya kolesterolemia sehingga dapat mencegah peningkatan kolesterol untuk mendapatkan kualitas kesehatan.



BAB II PEMBAHASAN
I.                    Pengertian kolesterol
Kolesterol adalah termasuk keluarga lipid (lemak), . Kolesterol sendiri sebenarnya merupakan lemak yang tidak terlalu larut di dalam darah. Karena sifatnya yang tidak terlalu larut dalam darah itu, maka kolesterol butuh bantuan untuk dapat beredar dalam pembuluh darah tubuh. Kolesterol dalam darah akan terikat pada suatu ‘kendaraan’ yang disebut lipoprotein yang dapat membantu kolesterol untuk beredar di dalam pembuluh darah tubuh. Kehadiran lemak sendiri dalam tubuh kita sesungguhnya memiliki fungsi sebagai zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak adalah cadangan energi yang memberikan kontribusi kalori paling tinggi. Sering kali kolesterol menjadi bahan perbincangan sebagai sumber masalah kesehatan degeneratif.

II.                 Mekanisme terjadinya Kolesterol
                Kolesterol diproduksi sendiri dari tubuh, tapi juga d produksi oleh makanan yang di konsumsi sehari-hari, terutama dari kuning telur, kerang-kerangan seperti udang, kepiting, jeroan (usus, babat, hati, limpa, otak, ginjal, dan jantung) serta makanan yang berasal dari susu (mentega, keju). Kolesterol diproduksi di dalam hati sekitar 1gr/hari serta juga usus halus kemudian akan beredar didalam darah. Dalam kandungan darah, kolesterol terikat oleh suatu zat lipoprotein, zat tersebut terdiri dari:
  • kilomikron, kilomikron adalah suatu zat yang memiliki fungsi membawa energi dalam bentuk lemak ke otot.
  • VLDL (Very Low Density Lipoprotein), zat yang berfungsi untuk membawa kolesterol yang telah dikeluarkan oleh hati ke jaringan otot untuk disimpan sebagai cadangan energi.
  • LDL (Low Density Lipoprotein),
  • IDL (Intermediate Low Density Lipoprotein), dan
  • HDL (High Density Lipoprotein).
Low Density Lipoprotein (LDL)
Sesuai dengan istilah penamaanya, kolesterol LDL (low density liporotein) ini memiliki kadar protein lebih sedikit dan memiliki kandungan kolesterol lebih banyak. Dalam perjalanannya ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, kolesterol ini memiliki sifat yang mudah sekali menempel pada dinding pembuluh darah. Ketika proses penempelan pada dinding pembuluh darah ini berakumulasi, timbunan tersebut menjadi plak lemak dan volumenya bertambah hingga menyempitkan aliran dalam pembuluh darah. Ketika sebuah aliran dalam pembuluh darah tersumbat, berbagai macam ancaman yang fatal berpotensi menyerang tubuh manusia. Akibat dari kolesterol golongan LDL yang akrab dengan sebutan ‘kolesterol jahat’. Kolesterol LDL hadir dari hasil produksi alamiah oleh tubuh. sebenarnya tubuh memiliki kemampuan untuk meproduksi kolesterol yang telah sesuai kadar yang dibutuhkan, namun akibat dari konsumsi lemak jenuh, transfat, dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL lebih dari normal.
Ketika LDL terlalu banyak beredar di dalam darah, LDL akan memperlambat pembentukan dinding pembuluh darah arteri bagian dalam yang memberikan asupan nutrisi dan oksigen ke jantung dan otak. Bersama dengan substansi lainnya, LDL akan membentuk plak, yaitu suatu deposit yang keras dan tebal di pembuluh darah yang dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan membuatnya kurang atau tidak lentur lagi. Kondisi ini dikenal dengan aterosklerosis.
High Density Lipoprotein (HDL)
Kebalikannya dengan LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipopreotein) kolesterol yang sering disebut sebagai kolesterol baik. Disebut baik, karena karakter sifatnya yang mengikat kolesterol LDL yang sangat mudah membuat timbunan plak lemak di dinding pembuluh darah hingga menyebabkan penyumbatan yang berakibat fatal. Sifat HDL mengangkut kolesterol yang memiliki kadar protein lebih sedikit dan mampu membawa kelebihan kolesterol jahat di pembuluh arteri untuk dibuang. Kesimpulannya HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan mencegah aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Semakin tinggi kadar HDL sering dihubungkan dengan semakin rendah kejadian penyakit jantung serta stroke. Beberapa faktor lain yang diketahui ikut mempengaruhi penurunan kadar HDL adalah merokok. Kolesterol HDL dapat ditingkatkan kadarnya di dalam darah dengan aktivitas olahraga secara rutin. Selain itu dengan pengendalian pola makan juga dapat mengatur kadar HDL untuk kesehatan tubuh.
Trigliserida
Dalam suatu bentuk total kolesterol, selain LDL dan HDL, terdapat kadar yang dinamakan Trigliserida. Trigliserida adalah bentuk utama dari lemak. Bentuknya sendiri tersusun atas tiga molekul asam lemak yang terkombinasikan dengan gliserol. Sebagian besar lemak tubuh kita berbentuk trigliserid. Sebagaimana fungsi lemak, trigliserida merupakan kontributor cadangan energi. Selain dihasilkan sendiri oleh tubuh, trigliserid juga berasal dari makanan yang dikonsumsi. Sebagaimana kolesterol, pada kadar kandungan normal, trigliserida bersifat positif terhadap kesehatan dan membawa manfaat. Namun dari hasil penelitian ditemukan, jika kadar trigliserid meningkat, potensi timbulnya penyakit jantung dapat terjadi, terutama pada wanita yang kelebihan berat badan, punya tekanan darah tinggi dan menderita diabetes melitus. Tingginya trigliserid sering disertai dengan keadaan kadar HDL rendah. Sementara yang lebih mengerikan lagi, ditemukan pula pada kadar trigliserida diatas 500 mg/dl dapat menyebabkan peradangan pada pankreas. Keadaan kadar trigliserida juga dilatarbelakangi oleh konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, pola makan yang memiliki kadar gula atau lemak yang tinggi serta gaya hidup malas berolahraga.
- Kolesterol dan Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya timbunan lemak pada dinding arteri, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ather yang berarti ‘bubur’. Jadi secara harfiah, zat yang semula lembut dan lembek tersebut tertimbun dan terakumulasi jumlahnya dalam suatu area sehingga terjadi proses pengerasan hingga menyumbat aliran darah dalam pembuluh darah. Timbunan lemak yang terjadi tersebut disebabkan oleh kolesterol LDL yang sifatnya sangat mudah sekali melekat dalam pembuluh darah.
Proses aterosklerosis sebenarnya sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, seiring dengan meningkatnya konsumsi makanan dan perubahan gaya hidup, terutama jika gaya hidup akrab dengan seringnya mengonsumsi makanan siap saji (junk food). Bahkan, proses aterosklerosis sudah terjadi padaa saat bayi berusia tiga bulan. Persoalan mulai mengemuka ketika proses aterosklerosis ini terakumulasi dan menahun. Dampaknya baru terlihat dikala peranjakan dari masa remaja ke masa dewasa. Umumnya pada masa ini bisa diperkirakan sebagai masa kepastian penyakit ini terjadi serta pemincu aterosklerosis adalah merokok. Ketika manusia merokok, zat oksidan semakin banyak terlepas akibat dari respon masuknya racun dari rokok yang terhisap. Zat oksidan inilah yang membuat dinding pembuluh darah rusak dan membuat kolesterol LDL semakin mudah ‘tersangkut’ di area kerusakan yang ditimbulkan oleh zat oksidan tersebut. Kemudiannya kolesterol yang ‘tersangkut’ tersebut kian tertimbun dan menimbulkan sumbatan sehingga pembuluh darah menjadi mengeras dan terjadilah aterosklerosis.

BAB III
PENUTUP
        I.            Kesimpulan
Kolesterolemia adalah suartu keadaan dimana kadar kolesterol meningkat disebabkan oleh berlebihannya kadar LDL dalam tubuh sehingga tertimbunnya flak pada pembulu darah arteri sehingga kadar HDL tidak mampu lagi mengikat LDL yang mengakibatkan bertumpuknya flak pada arteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit non infeksi seperti PJK, strok dan bahkan kematian.
     II.            Saran
1.       Aturlah pola makan dan perilaku hidup sehat untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang baik.
2.       Sebaiknya lakukan Check Up (periksa darah)  dan lakukan secara berkala 6 bulan sekali setelah berkonsultasi kesehatan dengan dokter.
3.       Berolahragalah secara teratur dan lakukan diet rendah lemak.

Minggu, 04 November 2012


anemia pada ibu hamil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.
Pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia  gizi

1.2 Rumusan Masalah  
Penelitian ini menggunakan   desain   studi kasus kelola untuk melihat  gambaran status   kesehatan ibu hamil serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut. Instrument  studi  terdiri dari kuesioner, serta formulir  pemeriksaan ibu hamil,  Unit analisis adalah  ibu hamil dan  ibiu nifas yang berdomisili  di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung kab. Maros.
1.3  Tujuan
A. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berdampak  Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan
B. Dapat mengetahui dan  menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar di Indonesia
                                                                1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI ANEMIA
 Anemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah menurun dari keadaan normal. Yang mengakibatkan terganggunya metabolisme tubuh.
Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 – 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang – kadang muntah.


2.2 .  A N C dengan kejadian anemia.
Antenatal care adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan ANC kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan  ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya.

Hasil analisis hububgan ANC dengan kejadian anemia didapatkan OR sebesar 1,251 dengan nilai lower 0,574 dan nilai upper 2,729, oleh karena  nilai 1 berada diantara batas bawah dan batas atas maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

2.
3  Keluhan selama hamil

Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 – 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang – kadang muntah. Keadaan ini akan berlangsung sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya pada kehamilan lebih dari 3 bulan.  Dari hasil analisis hubungan keluhan selama hamil dengan kejadian anemia didapatkan
nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas yaitu nilai lower 0,673 dan nilai upper 2,725, maka tidak terdapat hubungan antara faktor keluhan ibu selama hamil dengan kejadian anemia.

2. 3. Parietas

Parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara parites dengan kejadian anemia pada ibu hamil, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 1,393 dan nilai lower 0,474 dan nilai upper 4,096.

2. 4. Jarak Kelahiran.

Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa reponden paling banyak menderita anemia pada jarak kehamilan < 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak kelahiran mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 2,343 dengan nilai lower 1,146 dan nilai upper 4,790.


2. 5. Umur

                                                                              3
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia  < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan  zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil analisis didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia, dengan OR sebesar 2,801 dengan nilai lawer  1,089 dan nilai upper 7,207.
2.6  Dampak dari Anemia pada Ibu Hamil
v  Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9  Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek­si dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri­natal, dan lain-lain).
v   Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%.11 Affandi 12 menyebut­kan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit pendidikan/rujukan di Indo­nesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang mela­hirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas.13


                                                     4
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.


Indonesia, prevalensi anemia tahun l970–an  adalah  46,5–70%. Pada SKRT tahun 1992  dengan angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan  anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi Selatan  berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 – 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17%  14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997).  Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%.
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh  maupun sel otak,  2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen  yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal  meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.

2.8   PEYEBAB

Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.
a.Kesimpulan variabel yang berhubungan adalah  jarak kelahiran dan  umur ibu hamil.
b. umur ibu, sangat  penting untuk diperhatikan  melahirkan pada usia  20- 35 tahun.


                                               5


2.9  PENCEGAHAN

A.      Dengan demikian maka disarankan  bahwa  untuk menekan kejadian anemia dengan berbagai  dampaknya maka  pengaturan jarak kelahiran  sangat diperlukan melalui perencanaan  kelahiran melalui keluarga berencana,
B.      Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
C.       Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan, timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak langsung harus selalu melalui faktor penye­bab yang langsung
D.     Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu. Penya­kit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempenga­ruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kema­tian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menya­takan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.



                                                                6



v  KENAPA DIANGGAP SEBAGAI MASALAH ?
Anemia pada ibu hamil dianggap sebagai masalah karena Penya­kit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempenga­ruhi status kesehatan ibu. melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kema­tian ibu adalah anemia dan dinas kesehatan menya­takan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu.

v  SOLUSI DARI PEMERINTAH MENGENAI ANEMIA PADA IBU HAMIL
a.      Perlu penelitian lanjutan   terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya  kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang lain.
   
b.       Husaini MA dan kawan-kawan, 1989. Study Nutritional Anemia. An Assessment of Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Program. Kerja sama Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes. Jakarta 10 Maret 1989

c.        Perlu penelitian lanjutan   terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya  kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang lain .

v  SOLUSI DARI SAYA SEBAGAI CALON SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

A.      Ibu hamil harus memenuhi gizinya sejak dini , supaya anak yang ada dalam kandungannya tidak kekurangan gizi.
B.      Ibu hamil sering mengunjungngi pusat pelayanan kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) dan melakukan pemeriksaan awal
C.      Mengupayakan agar setiap desa-desa memiliki pusat-pusat pelayanan kesehatan , entah itu puskesmas , atau kah posyandu-posyandu pada setiap desa-desa.
                                                                       7
BAB III
 KESIMPULAN DAN SARAN
A.      KESIMPULAN
1. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih  35 tahun berisiko lebih besar untuk  menderita anemia
2. ANC  ibu  hamil kurang dari 4 kali tidak berisiko untuk  menderita anemia
3. Jarak kelahiran   kurang dari dua  tahun berisiko lebih besar  untuk  menderita anemia
4.  Paritas  > 3 orang  tidak berisiko lebih besar  untuk  menderita anemia
5. Adanya keluhan  tidak berisiko lebih besar untuk  menderita  anemia.
B.  SARAN
1. Perencanaan  kehamilan/persalinan  sangat  penting dilaksanakan pada umur   20 sampai 35 tahun, untuk menekan kejadian  anemia pada ibu hamil.

2. Program  KB  sangat diperlukan untuk mengatur jarak kelahiran  sehingga kelahiran berikutnya  dapat lebih dari dua tahun
.
3. Meskipun secara statistik ANC tidak  bermakna, namun tetap sangat diperlukan adanya kunjungan yang teratur bagi   ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya, sebagai upaya deteksi dini  kelainan  kehamilan.

4. Perlu penelitian lanjutan   terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya  kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang lain of Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Program. Kerja sama Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes. Jakarta 10 Maret 1989.

                                                                 8



DAFTAR PUSTAKA